Jumat, Juni 9, 2023
BerandaBudayaHaji Misbach Dikenal Haji Merah Dan Komunis Hijau

Haji Misbach Dikenal Haji Merah Dan Komunis Hijau

Haji Misbach Dikenal Haji Merah Dan Komunis Hijau
sumber gambar: historia.id

lenterainspiratif.com | Haji Mohammad Misbach atau Haji merah juga bisa di sebut haji komunis. ia terlahir dengan nama Achmad Darmodiprono pada tahun 1876, dengan latar pendidikan pesantren. ia pun pernah mengenyam pendidikan formal di Sekolah Batangan Solo, dan Sekolah Ongko Loro sebuah sekolah khusus bumi putra.

Nama Mohammad Misbach di dapat saat Achmad Darmodiprono menunaikan ibadah haji. Nama itulah yang kemudian di ingat pada tokoh yang menyandingkan Islam dan komunisme, pada jaman penindasan kolonial Belanda.

Di kutip dari berdikarionline.com,  Dalam pandanganya Haji Misbach tak mau mempertentangkan antara Islam dan komunisme, namanya tidak begitu benderang pada kalangan agamis. Namanya justru benderang pada gerakan kiri hingga saat ini, meski dirinya menganggap dirinya bagian dari gerakan Islam.

” Haji Misbach menganggap diri pada bergerak dengan embel-embel Islam, namun pergerakannya sama sekali tidak ‘revolusioner’ hanya anteng seperti SI Putih dan Muhammadiyah, lebih baik meniru komunis yang revolusioner tanpa embel-embel agama,” tulis Kuswono, Ketut Adi Saputra, dan Ragil Agustono dari Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro, di Jurnal Pendidikan Sejarah.

“Ketika disiplin partai SI diterapkan, Misbach memiliki dua pilihan, bergabung dengan SI atau keluar dan membesarkan PKI,” lanjutnya. Misbach pun akhirnya mengikuti kongres PKI pada 4 Maret 1923 di Bandung, dan memaparkan ayat-ayat Alquran yang memaparkan kesamaan Islam dan komunisme untuk melawan kaum kapitalisme.

Kondisi ini membuat pahamnya di tentang oleh SI dan Muhammadiyah, dan menganggap Haji Misbach lebih memilih menjadi kaum komunis daripada memperjuangkan kemurnian Islam. Dukungannya pada gerakan komunisme pun membuatnya di kenal sebagai Haji Merah. Beky Frisca Andriani dari Prodi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Yogyakarta, dalam Histrocal Studies Journal memaparkan, keinginan Misbach menggabungkan ajaran Islam dan komunisme terinspirasi dari ilmu keagamaan dan bacaan karangan Karl Marx.

BACA JUGA :  Rowo Bayu Desa Penari Banyuwangi Dipercaya Tempat Makhluk Halus

“Dia berbeda dengan kebanyakan pengikut kelompok islam garis ‘kanan’ (fundamentalis) yang menuduh bahwa komunisme itu ateis dan melakukan sikap radikalisme dengan jalan pertumpahan darah,” tulisnya.

Dia mendapati komunisme dan Islam sejalan sebagai bentuk perlawanan masyarakat kecil terhadap sistem kapitalisme yang menyebabkan penindasan dan pemerasan. Gagasan Islam itu di tuaikan lewat bukunya, Islam dan Atoeranja dengan mengutip surah Hud ayat 84, tentang betapa bencinya Allah kepada orang yang berlaku tidak adil.

Dia mendapati komunisme dan Islam sejalan sebagai bentuk perlawanan masyarakat kecil terhadap sistem kapitalisme yang menyebabkan penindasan dan pemerasan. Gagasan Islam itu di tuaikan lewat bukunya, Islam dan Atoerannja dengan mengutip betapa bencinya Allah kepada orang yang berlaku tidak adil. Lewat cara ini dia menjadikan gerakannya bagai Islam merah, juga menjadi komunis yang hijau. Lewat cara inilah dia berperan sebagai penyebar propaganda untuk melakukan perlawanan.

Haji Misbach akan bergerak apa saja sebagai Islam dan komunis sejati, setelah sebelumnya didepak HOS Cokroaminoto dari SI. Baginya, komunis yang ingin melenyapkan Islam bukanlah komunis sejati, dan begitu juga sebaliknya. Sebenarnya, pergerakan komunisme Islam yang di lakukan Haji Misbach sudah dimulai sejak 1914 ketika mengikuti Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang didirikan Marco Kartodikromo. Ia pun mulai menerbitkan surat kabar Medan Moeslimin dan Islam Bergerak, dan mendirikan perkumpulan mubalig reformasi STAV (Sidiq, Tabligh, Amanah, dan Vathonah).

Dia bahkan menjadi wakil ketua Perkoempoelan Kaoem Boeroeh dan Tani (PKBT) di Surakarta. Selanjutnya bersama para pimpinan Centraal Sarekat Islam (CSI) pada 15 Februari 1919 seperti Marco dan Semaun, mengaktifkan kembali SI Surakarta, dan menjadi wakil ketuanya. Kegiatannya pun membuatnya pernah di tangkap pada 7 Mei 1919 oleh kepolisian, dengan tuduhan provokator dan penebar kebencian terhadap pemerintah. Tidak kapok, setelah bebas, setahun berikutnya ia menjadi propagandis di SI Kebumen, dan SI Desa Ampih Kebumen, untuk mengadakan pemogokan.

BACA JUGA :  Alami Kecelakaan Maut Di Mojokerto PNS Asal Kediri Tewas

Lagi-lagi, dia di periksa kepolisian pada 8-11 September 1920, dan dipenjara selama dua tahun tiga bulan. Setelah bebas ia kembali bergaul dengan kalangan Muhammadiyah seperti Fachruddin yang tidak berlangsung lama, sebab Maret 1923 bergabung dengan PKI dan SI Merah.

Selain itu, alasannya memilih bergerak bersama kalangan komunis karena memandang SI dan Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam, tidak cukup berani melawan kolonialisme Belanda.

“Hal ini membuat Haji Misbach memiliki keinginan untuk bergabung dengan komunisme dari segi positifis dalam memperjuangkan ‘kebebasan’ atau teori ‘tanpa kelas;,” terang Kuswono dan tim.

PKI dan SI Merah yang baru terbentuk itu membuat pemerintah kolonial tidak senang. Aktivitas Haji Misbach sebagai propagandis, membuatnya di tangkap pada 20 Oktober 1923 bersama rekannya, di Semarang. Dia bersama teman-temannya, di buang ke Manokwari. “Pembuangan Haji Misbach ini tidak lebih di karenakan bentuk dari kediktatoran penguasa kolonial,” terang Beky. Di Manokwari, ia mendirikan Sarekat Ra’jat Manokwari yang berjumlah 20 orang meski dibayang-bayangi aktivitas kepolisian.

“Di antara tahun 1924-1925 selama berada di pembuangan, Haji Misbach tetap aktif menulis artikel di Medan Moeslimin, yang khususnya membahas tentang hubungan antara komunisme dengan Islam,” lanjutnya.

Dia terserang TBC yang mewabah di Manokwari. Dia sempat memohon pemerintah kolonial agar di bawa ke Belanda untuk mendapatkan perawatan. Ketika izin di berikan, ia mengurungkan niatnya ketika istrinya meninggal akibat penyakit yang sama pada September 1925.

Dia memilih menetap dan melanjutkan perjuangan Manokwari, hingga akhir hayatnya pada 24 Mei 1926. TBC itu pula yang menggerogoti tubuhnya yang tengah berjuang melawan kolonialisme. ( sumber berdikarionline.com  / lenterainspiratif.id )

Artikel Terkait

Terpopuler